AKU INGIN
Karya Sapardi Djoko Damono
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
Hujan Bulan Juni
Karya Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Rumpun Alang-alang
Karya W.S. Rendra
Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang
Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal
Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada
Surat Cinta
Karya W.S. Rendra
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain…
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa
Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku
Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !
ODE BAGI YANG TAK DIKENAL
Karya Alfiyan Harfi
Aku ingin mendekat dan mengenalmu:
Mengenal bagaimana kau bangun
dan melangkah di tengah dunia
Bagaimana kau sentuh ranting kering
dan membuat mawar tumbuh darinya
Aku ingin mengenal bagaimana
Matamu menutup dan menyimpan
mimpi yang kecuali aku
tak seorang pun tahu
Aku ingin mengenal
Setiap udara yang kau hirup
Serta wangi yang kau hembuskan
Aku ingin mengenalmu kian dekat
Hingga aku mengenalmu
Layaknya aku mengenal diriku sendiri
Aku ingin menjadi akrab dengan kulitmu
Layaknya udara akrab denganku
Aku ingin menjadi akrab dengan suaramu
Layaknya aku akrab dengan kata hatiku
Aku ingin mengenalmu hingga
Aku mengenal segalanya;
Dan setiap bunga nama yang tumbuh
Mengakar padaku memancar padamu
IBU
Karya D. Zawawi Imron
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutihkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudra
sempit lauitan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu ibu, yang kan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku
1966
Kebahagiaan
Karya Hermann Hesse (Jerman)
Selama engkau mengejar kebahagiaan
engkau belum matang untuk berbahagia
biarpun milikmu segala kesayangan.
Selama engkau ngeluh karena ada yang hilang
dan punya tujuan serta tiada tenang,
kau belum tahu apa arti kedamaian.
Baru setelah engkau lepaskan segala keinginan
tak kenal lagi hasrat dan tujuan
tak lagi nyebut nama kebahagiaan
maka banjir segala kejadian tak lagi nyentuh hatimu
dan jiwamu akan tenang.
Padamkan Mataku
Karya Rainer Maria Rilke (Jerman)
Meski kau padamkan bara di mataku: aku masih melihatmu,
Sumbatlah rapat telingaku: aku masih mendengarmu,
Tanpa kaki aku masih sanggup mendatangimu,
Mulut tiada aku masih dapat memanggilmu.
Potonglah lenganku, aku masih sanggup memegangmu
Dengan jantungku yang tangan,
Hentikan jantungku, maka otakku akan berdetak,
Dan jika kau sulut otak itu,
Kau bakal kupanggul dalam darahku
1899
Kalau Kau Tua
Karya William Butler Yeats (Irlandia)
kalau kau tua, dan kelabu, dan pengantuk
terkantuk-kantuk dekat pendiangan, ambil buku ini dan baca perlahan
dan khayalkan sebuah tatapan lembut
yang dulu milik matamu, juga lekuknya yang dalam
berapa banyak yang pernah mengagumi saat-saat riangmu
dan mencintai kemolekanmu dengan cinta murni atau palsu
namun hanya satu yang mencintai jiwamu suci
serta mencintai kerut wajahmu yang tak muda lagi
sambil membungkuk di samping api membara
gumamkan sedikit sedih, bagaimana cinta pun terbang
dan melayang di atas gunung tinggi jauh di sana
dan menyembunyikan mukanya di antara kerumunan bintang
Aku Tidak Mencintaimu
Karya Pablo Neruda (Chile)
Aku tidak mencintaimu jika kau mawar yang pahit
Atau kemboja, atau anak panah yang meluncur dengan api yang padam
Aku mencintaimu sebagai sesuatu yang samar-samar dicintai
Rahasia yang tergeletak antara jiwa dan bayang-bayangnya
Aku mencintaimu sebagai tumbuhan yang tak kunjung berbunga
Dan selalu memancarkan cintanya lewat daun-daunnya yang menyala
Terimakasih atas cintamu yang harum
Yang tersimpan di kegelapan tubuhku
aku mencintaimu tanpa tahu mengapa, kapan dan untuk apa
aku mencintaimu begitu saja
tanpa pertimbangan dan keangkuhan
dan dimanapun kau berada,
bila kau katupkan lenganmu di dadaku jadilah itu lenganku
dan bila matamu terpejam, aku pun ikut bermimpi